6 Hasil Ijtima' MUI Sumbar, Termasuk Pemunduran Waktu Shalat Subuh

 

Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar


 Sijunjung( Indomen)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat (Sumbar) memutuskan 6 poin hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI Sumbar dalam musyawarah kerja daerah (mukerda) yang digelar di Kabupaten Sijunjung sejak Jumat hingga Minggu (27/3/2022). Kegiatan tersebut diikuti oleh semua ketua MUI di kabupaten dan kota di Ranah Minang.

Hasil ijtima' MUI Sumbar pertama yakni tentang perubahan jadwal shalat subuh. Dimana, MUI menyarankan agar masjid dan mushala menunda adzan subuh selama 8 menit dari permulaan waktu yang biasa dipedomani selama ini.

Pemunduran jadwal shalat ini lahir setelah MUI membaca, memperhatikan dan mendengarkan dalil-dalil tentang ketentuan waktu shalat subuh. Kemudian, memahami petunjuk dalil-dalil tersebut, menelusuri dan mengkaji pandangan para ulama dalam bidang yang terkait dari generasi ke generasi.

Setelah itu, membandingkannya dengan hasil penelitian terkini. Atas dasar itu, ijtima' ulama MUI Sumbar mengikuti penetapan permulaan salat subuh yang berpedoman kepada penentuan terbitnya fajar shadiq berdasarkan posisi matahari minus 18 derjat (di bawah ufuk). Keputusan tersebut juga telah melalui perbandingan dengan lembaga-lembaga lain yang bersakala nasional dan internasional seperti Majma’ al-Fiqh, Rabithâh, Ummul Qurâ, Dâr al-Iftâ’ al-Mishriyyâh dan lainnya. Ketetapan ini juga berdasarkan kajian akademik dan observasi yang menggunakan tekhnologi terbaru.

"Ini juga berimplikasi kepada permulaan waktu imsak puasa dan ibadah lainnya yang terkait dengan waktu fajar. Namun karena ini merupakan ranah ijtihad, maka bagi siapa saja yang beribadah dengan tetap berpegang kepada jadwal yang lama, tetap sah sesuai dengan ijtihad tersebut. Kepada umat Islam, agar berlapang hati dalam menerima perbedaan pendapat dengan tetap mengutamakan rasa ukhuwwah Islamiyah," kata Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, , Selasa (29/3/2022).

Kedua, hasil ijtima' ulama tentang standar muzakki. Dalam hal ini, MUI Sumbar merekomendasikan agar seluruh Baznas di Sumbar konsisten berpedoman kepada aturan syariat dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menetapkan standar muzakki terutama dalam masalah zakat profesi, agar sepakat mempedomani keputusan komisis fatwa MUI Sumbar No. 005/07/SK/ MUI- SB/III/ 2012 tentang zakat gaji PNS dan fatwa No. Kep-01/KF/MUI- SB/2021 Tentang Besaran Nishab dan Kadar Zakat Penghasilan.

Kedua, hasil ijtima' ulama tentang konsep amil. MUI Sumbar merekomendasikan agar proses pemilihan komisioner BAZNAS mempertimbangkan kompetensi calon komisioner, yaitu ahli fikih zakat dan independent agar bisa secara maksimal menjalankan fungsi dan tugas amil dalam ketentuan syariat Islam.

Sebagai salah satu tugas amil adalah untuk pendistribusian zakat kepada mustahiq benar-benar berpedoman kepada petunjuk syariat Islam, tepat sasaran dan tidak membuka peluang untuk diinterfensi oleh pihak manapun.

Keempat, hasil ijtima' ualam tentang mengganti bangunan rumah ibadah tang masih layak. MUI Sumbar merekomendasikan untuk tidak mengganti atau merobohkan bangunan rumah ibadah yang masih layak pakai dan tidak ada kebutuhan mendesak untuk pembangunan yang baru demi menjaga Amanah si wâqif dan menghindari perbuatan mubazir.

Kelima, hasil ijtima' Komisi Fatma MUI Sumbar juga membahas tentang Pasal 5 Ayat 1 Poin (d) PP. Nomor 42 Tahun 2016 Tentang Pemberhentian Nazhir. MUI menyarankan agar Pasal 5 ayat 1 poin (d) PP. nomor 42 Tahun 2016 tentang pemberhentian nazhir oleh BWI harus direvisi.

Keenam, ijtima' MUI Sumbar membahas tentang aliran Bab Kesucian di Kabupaten Tanah Datar. MUI Sumbar menguatkan hasil penelitian MUI Kabupaten Tanah Datar tentang Aliran Bab Kesucian dan merekomendasikan untuk menyusun langkah-langkah konkrit dalam penanganan aliran ini agar tidak eksis lagi di tengah masyarakat.

Selain itu, dalam rapat tersebut MUI Sumbar juga membahas persoalan keumatan. MUI Sumbar menghimbau seluruh pihak menyadari dan mengkritisi konsep moderasi beragama yang ditunggangi oleh paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme serta penyusupan Islam Nusantara.

Kemudian, MUI kabupaten dan kota diminta berkoordinasi dengan LKAAM, tokoh adat di setiap daerah. Hal ini untuk membahas dan mengantisipasi dampak negatif sertifikasi tanah pusako tinggi. Kemudian juga mencegah bangkitnya kembali tradisi-tradisi yang mengandung unsur kesyirikan seperti batuang gilo, mangubua kapalo kabau dan sebagainya.

Selanjutnya, MUI Sumbar jugab mendorong kelanjutan nagari-nagari percontohan yang menerapkan “Syara’ Mangato Adaik Mamakai” dalam bentuk Peraturan Nagari 

MUI Sumbar juga mendukung dan menguatkan catatan atau kritikan yang disampaikan MUI Sumbar kepada BPJPH terkait penolakan logo halal baru yang telah diperkenalkan oleh BPJPH. Logo tersebut dipandang telah meninggalkan aspek dasar dari sertifikasi halal bahkan mengkerdilkan eksistensinya.

MUI Sumbar juga mengecam segala bentuk tindakan terorisme, namun juga mengecam segala bentuk arogansi aparat dalam penindakan terduga teroris di lapangan. Terakhir, MUI Sumbar dan MUI kabupaten dan kota menuntut dan mendorong penegakan hukum secara tegas terhadap setiap pelaku pelecehan maupun penistaan terhadap agama.(***)

0 Komentar