Oleh Almita, S.Pd, M.Pd
Kepala SMAN 4 Pariaman
Transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi sekolah yang ingin tetap relevan di era pendidikan modern. Di SMAN 4 Pariaman, perubahan ini dimulai dari satu kesadaran sederhana: sistem kerja manual yang bertumpu pada tumpukan kertas tidak lagi mampu menjawab tuntutan efisiensi, akuntabilitas, dan keterbukaan publik.
Saat pertama kali bertugas, saya menemukan potensi besar di sekolah ini—lokasi strategis, akreditasi A, guru-guru yang kompeten, dan mayoritas guru telah melek teknologi. Namun potensi tersebut terhambat oleh tata kelola yang belum terintegrasi. Arsip tercecer di berbagai unit, absensi masih manual, dan pelayanan publik berjalan dengan cara lama yang menguras waktu.
Kondisi ini melahirkan sebuah program yang menjadi motor perubahan: LCD TRINITAS— Layanan Cerdas Digital: Tiga Revolusi Inovasi Network Integrasi Tata Administrasi Sekolah. Sebuah inisiatif untuk membangun budaya kerja baru berbasis digital melalui tiga fokus utama: manajemen sekolah, pembelajaran, dan pelayanan publik.
Transformasi tidak pernah terjadi dalam sekejap. Ia memerlukan sosialisasi, keterlibatan, dan rasa memiliki. Karena itu, langkah pertama adalah menyamakan persepsi seluruh warga sekolah. Guru, tenaga kependidikan, hingga OSIS dilibatkan untuk memahami urgensi digitalisasi dan hambatan yang selama ini mereka hadapi.
Setelah itu, dibentuklah Tim Digitalisasi Sekolah, komunitas motor penggerak yang terdiri dari guru-guru muda dan staf yang kompeten di bidang TIK. Mereka memetakan kebutuhan digital, menyiapkan sistem, hingga menjadi pendamping bagi rekan-rekan lain.
Tahap aksi kemudian dimulai lewat program pelatihan, komunitas belajar mingguan, dan penerapan sistem digital di berbagai lini.
Perubahan nyata paling awal terlihat dalam manajemen sekolah:
Absensi digital menggantikan absensi manual, memungkinkan pemantauan real-time.
Surat-menyurat digital mempercepat proses birokrasi dan meminimalkan kesalahan.
Pengarsipan digital melalui padlet memudahkan pencarian dokumen tanpa harus membuka lemari arsip.
Dulu satu permintaan data bisa memakan waktu, kini cukup hitungan detik.
Di ruang kelas, digitalisasi tidak hanya mengubah alat, tetapi juga cara mengajar dan belajar.
Dua kelas digital mulai diterapkan dengan Google Classroom sebagai LMS.
Guru aktif menggunakan Canva, Quizizz, Kahoot, dan Padlet.
Penilaian dilakukan secara digital melalui Google Form atau Microsoft Forms.
Galeri praktik baik dibangun sebagai ruang berbagi perangkat ajar.
Guru yang semula ragu kini lebih percaya diri, sementara siswa lebih aktif dan responsif.
Pelayanan publik pun tak luput dari transformasi:
Buku tamu digital berbasis QR Code menggantikan buku tulis konvensional.
Website PPID menjadi sarana keterbukaan informasi yang bisa diakses masyarakat 24 jam.
Tak heran kepuasan publik mencapai 86%, terutama dari orang tua dan alumni yang merasakan kemudahan layanan non-tatap muka.
Hasil evaluasi kuesioner terhadap 50 responden menunjukkan program LCD TRINITAS berada pada nilai 4,28 dari 5 (85,6%), kategori Sangat Baik. Beberapa pencapaian penting meliputi:Manajemen sekolah digital: 86% Pelayanan publik: 86%, Budaya kerja digital: 85%, Pembelajaran digital: 85%
Data ini menegaskan bahwa transformasi tidak hanya dirasakan, tetapi juga terukur secara kuantitatif.
LCD TRINITAS bukan sekadar program, melainkan perubahan budaya. Dalam enam bulan penerapannya, SMAN 4 Pariaman telah melangkah keluar dari “zona nyaman kertas” menuju tata kelola yang cepat, terintegrasi, dan berorientasi data.
Guru dan staf kini tidak lagi menghindari teknologi, melainkan memanfaatkannya untuk bekerja lebih efisien. Sementara masyarakat merasakan langsung manfaat digitalisasi dalam bentuk pelayanan yang lebih mudah dan transparan.
Di tengah tuntutan dunia yang semakin digital, langkah kecil ini adalah lompatan besar bagi SMAN 4 Pariaman. Transformasi ini bukan akhir, tetapi awal dari perjalanan menuju sekolah cerdas yang modern, adaptif, dan siap bersaing di era pendidikan digital.

0 Komentar